Dalam laporan ke Kejati, NCW juga menyoroti dugaan keterlibatan oknum pejabat dalam proses reklamasi tersebut.
Mataram, IMN GILI – Aktivitas reklamasi laut dan pembangunan dermaga ilegal di kawasan wisata Gili Gede, Kecamatan Sekotong, Kabupaten Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat (NTB), kini disorot berbagai pihak.
Di antaranya Lembaga Swadaya Masyarakat NTB Corruption Watch (LSM NCW), yang telah melaporkan aktivitas ilegal tersebut ke pihak Kejaksaan Tinggi NTB.
Laporan dilayangkan pada Senin (28/7/2025) dan teregister melalui Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kejaksaan Tinggi (PTSP Kejati) NTB.
Juru Bicara Kejati NTB Supardin membenarkan bahwa laporan NCW sudah diterima dan saat ini sedang dalam proses telaah.
“Sekarang laporannya masih di bagian persuratan. Nantinya kemana laporan diteruskan, apakah ke bidang intelijen atau pidsus (pidana khusus), itu menunggu petunjuk dari Kajati NTB,” ungkap Supardin saat dimintai konfirmasi wartawan di Mataram.
BACA JUGA: Sambut Kajari Depok Baru, Dandim dan Kapolres Ingatkan Kolaborasi
Terpisah, Ketua LSM NCW Fathurrahman Lord menjelaskan bahwa laporannya menyoroti sejumlah kegiatan pembangunan yang dinilai bermasalah secara hukum.
Dugaan utama berkaitan dengan reklamasi laut yang mencapai luas sekitar 4 hektar di kawasan wisata Gili Gede tanpa adanya dasar hukum yang jelas.
Dalam laporan ke Kejati, NCW juga menyoroti dugaan keterlibatan oknum pejabat dalam proses reklamasi tersebut.
“Dalam laporan pembangunan dermaga tanpa izin dan reklamasi laut ini turut kami cantumkan terkait adanya pelaku dari kalangan oknum pejabat,” ujar Fathurrahman.
LSM NCW menekankan bahwa aktivitas reklamasi dimaksud tidak dilengkapi izin resmi.
Hal ini mencakup izin lokasi dari Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) NTB, dokumen kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang laut (KKPRL), serta persetujuan lingkungan yang biasanya meliputi Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) atau UKL-UPL.
“Bahkan, kami mendapat informasi adanya penerbitan SHM (Sertifikat Hak Milik) di atas lahan reklamasi laut di Gili Gede. Dalam hal ini, kami menduga ada permainan mafia di lingkup pemerintah daerah, karena apa yang menjadi dasar hukum hingga SHM ini bisa terbit di lahan reklamasi laut itu,” ungkap Fathurrahman.
Selain persoalan reklamasi, laporan NCW juga menyinggung pembangunan beberapa dermaga di pesisir pantai Desa Sekotong Barat yang menjadi akses utama menuju Gili Gede. Dermaga-dermaga dibangun tanpa proses izin yang lengkap.
“Pembangunan dermaga ini kami melihat belum ada pengajuan izin mendirikan bangunan atau persetujuan bangunan gedung. Ya, termasuk soal pemenuhan Amdal atau UKL-UPL,” katanya.
Dokumen laporan tersebut juga menyoroti potensi pelanggaran hukum sesuai Pasal 36 ayat (1) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH).
Pasal ini dengan tegas mewajibkan bahwa setiap kegiatan yang berdampak pada lingkungan wajib memiliki izin lingkungan sebelum dilaksanakan.
“Dalam aturan pasal 36 ayat (1), menyebutkan bahwa setiap usaha dan/atau kegiatan yang wajib memiliki amdal atau UKL-UPL, wajib memiliki izin lingkungan,” jelas Fathurrahman lagi.
NCW juga memastikan bahwa laporan yang mereka sampaikan dilengkapi dengan dokumen dan bukti foto terkait aktivitas pembangunan dermaga tanpa izin dan reklamasi laut di kawasan wisata tersebut.
“Surat yang kami sampaikan hari ini ke Kejati NTB juga kami teruskan ke Jaksa Agung, Pengawas Kejagung, dan Komisi III DPR RI agar persoalan ini bisa menjadi atensi,” tegasnya.
Kawasan Gili Gede di Kecamatan Sekotong dikenal sebagai salah satu destinasi wisata bahari unggulan di Lombok Barat.
Dengan perairannya yang jernih, ekosistem terumbu karang yang masih terjaga, dan panorama alam yang indah, kawasan ini menjadi daya tarik bagi wisatawan domestik maupun mancanegara.
Namun, aktivitas pembangunan yang tidak terkontrol berpotensi menimbulkan kerusakan ekosistem pesisir yang bisa berdampak jangka panjang.
Praktik reklamasi laut tanpa izin juga sering menjadi perhatian serius karena bisa mengubah garis pantai, merusak ekosistem laut, dan memicu konflik tata ruang.
Oleh karena itu, laporan NCW ini dipandang penting dalam upaya penegakan hukum dan perlindungan kawasan wisata strategis di NTB. []